Kenaikan Harga Mobil Listrik Impor Tanpa Subsidi Bisa Tembus 40 Persen
Kebijakan insentif yang selama ini meringankan biaya impor, termasuk pembebasan bea masuk dan PPnBM, tidak akan diperpanjang. Dengan berakhirnya aturan ini, konsumen harus bersiap menghadapi harga kendaraan ramah lingkungan yang lebih tinggi.
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai kenaikan harga mobil listrik tanpa subsidi bisa mencapai 40 persen. Angka ini tentu cukup signifikan bagi pasar otomotif nasional yang masih dalam tahap transisi menuju elektrifikasi.
Regulasi insentif mobil listrik sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 junto Nomor 1 Tahun 2024. Aturan ini memberikan kemudahan bagi produsen dalam memasukkan kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) secara utuh. Namun, setiap produsen diwajibkan memberikan bank garansi dan berkomitmen membangun pabrik di Indonesia dengan rasio produksi tertentu.
Mulai Januari 2026 hingga 2027, produsen yang ingin tetap masuk pasar Indonesia diwajibkan meningkatkan kandungan lokal sesuai peta jalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Hal ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri.
Sementara itu, pengamat dari LPEM UI, Riyanto, menilai berakhirnya insentif adalah langkah yang tepat. Menurutnya, fase “uji pasar” selama ini sudah cukup memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengenal kendaraan listrik. Kini fokus harus diarahkan pada peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri agar industri lebih mandiri.
Dengan kebijakan ini, konsumen yang berencana membeli mobil listrik impor disarankan untuk mempertimbangkan waktu pembelian. Jika menunda hingga 2026, harga jual bisa jauh lebih mahal dibanding tahun 2025.