Kode Referral Kredivo Terbaru, Bonus Hingga 250rb Points untuk Pengguna Baru!. Klik Disini

Biaya Konstruksi Data Center di Jakarta Ternyata Lebih Mahal dari Shanghai

Ruangojol.com, Jakarta — Gelombang adopsi kecerdasan buatan (AI) yang melanda dunia mendorong Indonesia, khususnya Jakarta, menjadi pusat perhatian industri data center di Asia-Pasifik. Namun di balik peluang besar ini, muncul fakta menarik: biaya konstruksi data center di Jakarta justru lebih mahal dibandingkan dengan Shanghai, meski masih lebih murah dari Singapura dan Tokyo.

Jakarta di Peringkat 20 Dunia untuk Biaya Data Center

Menurut laporan Data Centre Construction Cost Index 2025 dari Turner & Townsend, Jakarta menempati posisi ke-20 secara global dengan rata-rata biaya konstruksi mencapai Rp187.207 per watt. Angka ini menunjukkan posisi Jakarta sebagai pemain penting dalam perlombaan infrastruktur AI dunia.

Sebagai perbandingan, biaya di Singapura mencapai Rp257.681 per watt, dan di Tokyo Rp253.005 per watt. Sementara Shanghai hanya memerlukan Rp102.353 per watt dan Mumbai Rp110.668 per watt. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi unik—kompetitif di kawasan, namun menghadapi tantangan besar dari sisi efisiensi dan kesiapan infrastruktur.

Tantangan Biaya dan Ketersediaan Daya

Kenaikan permintaan akan data center berbasis AI yang membutuhkan chip berdaya tinggi telah memicu lonjakan kebutuhan energi. Di kawasan Asia-Pasifik, kebutuhan listrik untuk fasilitas ini diprediksi melonjak hingga 165 persen pada tahun 2030.

Menurut Paul Barry, Global Data Centres Sector Lead dari Turner & Townsend, ketersediaan listrik merupakan hambatan kritis yang terasa di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. “Waktu tunggu untuk koneksi jaringan listrik masih menjadi kendala utama,” ungkapnya.

Meski pasokan listrik Indonesia secara umum cukup, transmisi tegangan tinggi masih menjadi titik lemah. Infrastruktur yang belum merata menyebabkan tantangan dalam menjaga pasokan daya stabil untuk kebutuhan AI.

Teknologi Pendinginan Masih Jadi Tantangan

Selain daya, teknologi pendinginan juga menjadi isu penting. Mayoritas data center berbasis AI kini beralih dari pendinginan udara konvensional ke liquid cooling atau pendinginan cair. Namun, sekitar 83 persen pakar industri menilai rantai pasok lokal di Indonesia belum siap menyediakan teknologi tersebut.

Meskipun air melimpah di dalam negeri, komponen-komponen penting untuk sistem pendinginan cair masih sangat bergantung pada impor. Ketergantungan ini berpotensi memperlambat pembangunan fasilitas baru, apalagi kontraktor internasional menghadapi tekanan biaya dan kapasitas kerja.

Peluang dan Adaptasi Model Pengadaan

Managing Director Turner & Townsend untuk Asia, Sumit Mukherjee, menyebut Indonesia memiliki potensi besar selama mampu beradaptasi. “Dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan sumber daya berlimpah, Indonesia adalah pasar kunci. Namun agar tetap kompetitif, investasi infrastruktur harus terus diperkuat,” ujarnya.

Salah satu solusi yang disarankan adalah penerapan model energi mandiri atau off-grid system untuk mengurangi ketergantungan pada jaringan listrik utama. Selain itu, memperkuat rantai pasok lokal akan membantu mempercepat penyelesaian proyek-proyek besar di sektor data center.

Indonesia di Ambang Revolusi AI

Meski menghadapi tantangan biaya dan infrastruktur, posisi Indonesia dalam peta industri data center global semakin penting. Kombinasi antara biaya yang masih tergolong kompetitif dan potensi pasar AI yang besar menjadikan negara ini incaran investor internasional.

Dengan dukungan kebijakan pemerintah, pembangunan jaringan energi, dan penguatan industri lokal, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat data center baru di kawasan Asia. Namun, keberhasilan itu akan sangat ditentukan oleh seberapa cepat negara ini bisa menutup kesenjangan antara biaya konstruksi yang tinggi dan kesiapan infrastruktur yang belum optimal.

F&Q

1. Mengapa biaya konstruksi data center di Jakarta lebih mahal dari Shanghai?
Karena faktor infrastruktur listrik dan pendinginan yang belum seefisien di Shanghai, sehingga menambah biaya desain dan operasional.

2. Apakah Indonesia tetap menarik bagi investor data center?
Ya. Meski biaya tinggi, potensi pasar AI dan digitalisasi di Indonesia menjadikannya destinasi utama bagi investasi teknologi.

3. Apa solusi untuk menekan biaya pembangunan data center di Indonesia?
Meningkatkan efisiensi rantai pasok lokal, memperkuat infrastruktur listrik, serta mengadopsi teknologi energi mandiri seperti off-grid system.

4. Bagaimana masa depan industri data center di Indonesia?
Dengan dukungan investasi dan adaptasi teknologi, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat utama data center AI di Asia Tenggara.

Sekedar Berbagi Informasi seputar Kehidupan