Nasib Maxim Indonesia di Tengah Rencana Merger Gojek-Grab, Persaingan Kian Ketat
Isu mengenai nasib Maxim Indonesia kembali ramai diperbincangkan setelah kabar rencana merger dua raksasa layanan on-demand, Gojek dan Grab, mengemuka ke publik. Rencana penggabungan dua perusahaan besar ini dinilai akan memperkuat dominasi mereka di pasar, sekaligus menimbulkan tantangan baru bagi layanan transportasi lain yang memiliki pangsa lebih kecil. Di tengah dinamika tersebut, berbagai pihak mulai menilai kemungkinan dampak yang akan terjadi pada kompetisi industri ride-hailing di Indonesia.
Para pengamat ekonomi digital menilai bahwa kondisi pasar yang dikuasai satu entitas besar dapat menjadi pukulan berat bagi pesaing seperti Maxim maupun layanan pesan-antar makanan Shopee Food. Tanpa modal besar dan fleksibilitas untuk bersaing melalui promosi, harga, maupun akuisisi mitra, perusahaan dengan porsi kecil diprediksi akan menghadapi kesulitan mempertahankan posisinya di pasar. Situasi inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan besar mengenai kemampuan mereka bertahan.
Meski begitu, ada pula pendapat yang menyebut bahwa perusahaan seperti Maxim Indonesia tetap memiliki ruang untuk berkembang, terutama dengan memanfaatkan celah layanan atau strategi bisnis yang tidak dilakukan oleh perusahaan besar. Peluang tersebut dinilai dapat menciptakan ruang kompetisi yang lebih adil dan memberikan opsi yang lebih luas bagi masyarakat.
Dominasi Pasar Jadi Kekhawatiran Utama
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa dominasi satu entitas besar setelah merger berpotensi menekan kompetitor yang tidak memiliki modal kuat. Ia menilai bahwa persaingan sehat hanya dapat tercipta jika tidak ada pihak yang menguasai pasar secara berlebihan. Menurutnya, kondisi pasar yang timpang dapat menyebabkan layanan seperti Maxim Indonesia kesulitan bersaing, terutama dari sisi promo dan harga.
Peluang Bertahan Masih Terbuka
Berbeda dengan analisa tersebut, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC), M. Tesar Sandikapura, melihat peluang bagi Maxim dan layanan serupa untuk tetap bertahan. Ia menilai bahwa masih terdapat ruang pasar yang bisa digarap perusahaan non-merger, seperti menawarkan potongan biaya yang lebih rendah kepada mitra merchant. Strategi tersebut diyakini mampu menarik pelaku usaha kecil untuk bergabung.
Dampak pada Para Pengguna dan Mitra
Jika biaya potongan yang dibebankan kepada merchant lebih rendah, harga layanan untuk pelanggan berpotensi menjadi lebih terjangkau. Menurut Tesar, hal ini dapat menjadi nilai tambah yang signifikan untuk mempertahankan pengguna, terutama di wilayah yang membutuhkan opsi transportasi terjangkau. Kondisi tersebut dapat memperkuat posisi layanan seperti Maxim Indonesia di tengah dominasi pemain besar.
Respons Resmi dari Pihak Maxim
Pihak Maxim Indonesia melalui Director Development, Dirhamsyah, menyebut bahwa mereka turut memantau perkembangan isu merger Gojek-Grab. Ia menegaskan bahwa hingga kini belum ada informasi resmi mengenai proses tersebut. Namun, perusahaan siap berkoordinasi dengan pemerintah maupun regulator apabila merger itu benar-benar memasuki tahap formal. Menurutnya, selama belum ada keputusan pasti, perusahaan tetap berjalan seperti biasa.
Pengawasan Regulator Tetap Diperlukan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa penggabungan dua perusahaan besar memang merupakan ranah korporasi. Namun, pengawasannya tetap harus dilakukan untuk memastikan tidak terjadi monopoli atau praktik yang merugikan kompetitor. KPPU menegaskan bahwa setiap proses merger wajib melalui pemberitahuan pascatransaksi agar dapat dinilai secara objektif dan adil.