Ojol di Daerah Serentak Tolak Revisi Komisi, Minta Pemerintah Fokus Lindungi Mitra
Keputusan yang saat ini ingin direvisi tersebut dianggap menjadi penopang utama dalam mendukung sistem kerja pengemudi yang berkelanjutan. Komunitas-komunitas ojol melihat bahwa pemangkasan komisi tanpa diiringi perlindungan atau dukungan operasional akan melemahkan posisi pengemudi di tengah persaingan layanan transportasi daring yang semakin ketat.
Kata kunci "penolakan revisi Kepmenhub ojol" muncul sebagai fokus utama dalam perbincangan di berbagai komunitas driver. Para mitra menilai bahwa selama ini skema komisi 20% telah memberikan banyak keuntungan, termasuk pelatihan, promo pelanggan, hingga perlindungan asuransi. Keuntungan ini menjadi nilai tambah yang dirasa jauh lebih penting daripada sekadar pengurangan potongan yang belum tentu membawa dampak positif.
Komunitas pengemudi dari Surabaya yang tergabung dalam B_Des menolak rencana perubahan peraturan karena merasa saat ini mereka sudah memperoleh berbagai dukungan nyata dari aplikator. Menurut Dwi Wahyuliono, skema saat ini masih sangat masuk akal selama aplikator juga memberikan manfaat riil kepada para driver. Ia menegaskan bahwa potongan komisi yang berlaku sudah sesuai dan tidak menjadi beban jika diimbangi dengan perlindungan serta fasilitas tambahan.
"Yang kami rasakan bukan sekadar besaran potongan, tetapi apa yang kembali ke kami. Mulai dari bantuan operasional, pelatihan, hingga promo pelanggan. Semua itu membuat kami bisa bekerja dengan lebih tenang dan aman," ucap Dwi. Dalam pandangannya, komisi 20% menjadi semacam kontribusi untuk menciptakan ekosistem kerja yang stabil dan berkelanjutan.
Senada dengan itu, Imam Syafei dari Mitra Gocar Community juga menilai bahwa potongan komisi sebanding dengan manfaat yang diterima. Ia menekankan bahwa program pelatihan, bantuan medis, hingga promo pelanggan adalah bentuk tanggung jawab aplikator terhadap mitra. "Komisi itu bukan hanya potongan, tapi juga wujud dari sistem pendukung agar kami tetap bisa bekerja," ujar Imam yang turut menolak rencana revisi Kepmenhub Nomor 1001.
Dari wilayah Yogyakarta, Ketua Forum Ojol Yogyakarta Bersatu (FOYB), Wuri Rahmawati juga menyatakan bahwa ia tak mempermasalahkan skema komisi yang berlaku saat ini. Bahkan, ia menyebut bahwa sistem tersebut memberikan efisiensi dari sisi biaya operasional dan memberikan perlindungan kerja kepada para driver. "Voucher oli, servis, sparepart, dan bahkan asuransi sudah kami rasakan manfaatnya. Itu semua berasal dari skema komisi yang berjalan sekarang," katanya.
Wuri juga mengkritisi kemunculan aplikator yang menawarkan tarif murah dan potongan rendah, namun tidak memberikan jaminan keamanan ataupun fasilitas tambahan. Ia meminta pemerintah agar lebih fokus memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan daripada mengubah sistem yang sudah terbukti berjalan baik. "Pemerintah seharusnya mendukung ekosistem yang ada, bukan justru mengacaukannya," tegasnya.
Di Balikpapan, penolakan datang dari komunitas Three Wolf & Siloam Driver. Sudarlin mewakili komunitas ini menyatakan bahwa meskipun ada potongan komisi, para driver menerima berbagai fasilitas seperti diskon servis, bantuan sembako, dan perlindungan asuransi. "Yang penting aplikatornya terbuka dan mau membantu kami saat ada masalah," ucapnya.
Sikap serupa ditunjukkan oleh Hendra Kurniawan dari komunitas Cepoet Balikpapan. Ia mengatakan bahwa aplikator yang masih menerapkan komisi 20% justru lebih menunjukkan tanggung jawab dan dukungan jangka panjang. Menurutnya, komisi itu adalah bentuk investasi aplikator terhadap mitra agar tetap loyal dan produktif.
Pengemudi ojol di Bali seperti I Gusti Anom Susila dan I Dewa Gede Suryadharma Setiawan juga menolak revisi peraturan ini. Mereka mengungkapkan bahwa sistem yang berlaku sekarang telah memberikan subsidi servis, perlindungan kerja, hingga promo pelanggan. "Kalau aplikator konsisten bantu kami, komisi itu bukan masalah. Kami merasa aman dan dihargai," ujar Dewa Gede yang telah bergabung sebagai mitra lebih dari 5 tahun.
Pernyataan penolakan ini tidak sekadar reaktif. Para pengemudi ojol berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam mempertimbangkan perubahan aturan. Mereka ingin ekosistem yang selama ini dibangun tetap terjaga dan tidak rusak oleh kebijakan baru yang tidak memperhatikan kondisi di lapangan.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah memang membuka ruang diskusi untuk merumuskan regulasi yang lebih menyeluruh. Namun, ia juga mengingatkan bahwa regulasi baru harus menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi, aplikator, dan masyarakat pengguna.
"Transportasi daring bukan sekadar bisnis. Ada kehidupan dan keberlangsungan di balik setiap ride yang dilakukan para pengemudi. Maka, regulasi harus dibentuk secara inklusif dan berkelanjutan," ujar Dudy saat diskusi bersama aplikator di Jakarta.
Dengan mencuatnya gelombang penolakan dari berbagai komunitas pengemudi, wacana revisi Kepmenhub Nomor 1001 Tahun 2022 diprediksi akan mengalami tantangan besar dalam prosesnya. Pengemudi meminta agar pemerintah tidak hanya mendengar suara perusahaan, tetapi juga memperhatikan aspirasi para pelaku lapangan yang setiap hari menggerakkan roda layanan transportasi daring di Indonesia.
Jika pemerintah bersikukuh melanjutkan revisi tanpa evaluasi menyeluruh, dikhawatirkan akan terjadi disrupsi terhadap keseimbangan ekosistem yang telah terbentuk. Para pengemudi ojol menuntut agar pemerintah memprioritaskan keberlangsungan kerja, perlindungan sosial, dan transparansi sistem dibanding hanya sekadar mengejar angka potongan yang terlihat menguntungkan di atas kertas.