Pinjol Gagal Bayar Jadi Tren Berbahaya, Ini Kata OJK dan AFPI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Maret 2025, total outstanding utang pinjol yang belum dibayar mencapai Rp 79,96 triliun. Dari jumlah itu, 2,77% di antaranya masuk kategori gagal bayar atau galbay. Utang pinjol ini tersebar dominan di wilayah Pulau Jawa sebesar Rp 56,3 triliun dengan rasio galbay mencapai 3,08%. Sementara itu, di luar Pulau Jawa, nilai utang pinjol sebesar Rp 23,66 triliun dengan rasio galbay lebih rendah, yaitu 2,03%.
Data dari Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK menunjukkan tingginya tingkat gagal bayar pinjol juga memperbesar risiko kredit macet nasional. Persentase galbay dihitung dari debitur yang menunggak lebih dari 90 hari atau dikenal dengan TWP90. Ketika gagal bayar terjadi, peminjam akan menghadapi serangkaian dampak yang kompleks, termasuk utang yang terus membesar dan catatan kredit buruk yang membatasi akses keuangan di masa depan.
Bunga yang terus menumpuk adalah risiko awal dari tidak membayar utang pinjol. Utang tidak serta merta hangus meskipun sudah lama tidak dibayar. Bahkan, OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa seluruh pinjaman harus tetap diselesaikan, tanpa terkecuali. Ketua AFPI, Entjik S Djafar, menekankan bahwa pinjaman tetap harus dibayar karena bukan lembaga sosial yang memberikan dana secara cuma-cuma. Ketentuan ini berlaku pada semua pinjol legal yang terdaftar di OJK.
OJK sendiri telah menetapkan batas maksimal bunga dan denda harian untuk pinjaman online. Berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023, bunga maksimal harian untuk pinjaman produktif adalah 0,1% dan untuk pinjaman konsumtif adalah 0,2% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Namun, meskipun ada pembatasan ini, akumulasi bunga dan denda tetap akan membebani peminjam jika tidak dilakukan pembayaran secara tepat waktu.
Selain bunga yang mencekik, risiko lainnya adalah catatan merah di SLIK OJK. SLIK mencatat seluruh riwayat pinjaman seseorang, termasuk dari pinjol, dalam bentuk kolektibilitas yang menunjukkan tingkat kelancaran pembayaran. Skor tertinggi adalah kolektibilitas 1 (lancar), sedangkan skor terendah adalah kolektibilitas 5 (macet). Peminjam dengan skor kolektibilitas 3, 4, atau 5 dianggap berisiko dan sulit untuk mengakses layanan keuangan seperti KPR, kredit kendaraan, atau kartu kredit.
Saat seseorang gagal membayar pinjaman, data kreditnya tidak bisa dihapus sebelum utangnya lunas. Meski sudah lunas pun, data pinjaman tetap tercatat dalam sistem dan hanya dapat dihapus setelah melalui pelaporan dan pembaruan data dari penyedia pinjaman. Pelunasan pinjaman menjadi syarat utama agar data tersebut dapat dihapus dari laporan SLIK OJK, dan biasanya memerlukan waktu hingga 30 hari setelah pelaporan.
Jika peminjam telah melunasi utangnya namun data SLIK belum berubah, maka debitur berhak mengajukan komplain ke lembaga pemberi pinjaman. Bukti pelunasan seperti surat keterangan bebas utang juga penting untuk disimpan guna keperluan administratif dan pengajuan kredit lainnya di masa mendatang. Hal ini menjadikan penyelesaian utang secara tuntas sebagai prioritas yang tidak bisa dihindari oleh peminjam aktif pinjol.
Fenomena baru yang memperburuk situasi adalah munculnya tren gagal bayar secara sengaja yang menyebar di media sosial. Terdapat komunitas di platform seperti Facebook, TikTok, dan YouTube yang secara terbuka mengajak orang-orang untuk tidak membayar pinjaman online mereka. Ketua AFPI, Entjik S Djafar, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tren ini karena merugikan industri keuangan dan memicu peningkatan risiko gagal bayar secara masif.
Kelompok-kelompok ini bahkan memberikan panduan dan strategi untuk menghindari kewajiban pembayaran utang. Akibatnya, banyak masyarakat terpengaruh dan mengikuti ajakan tersebut. Beberapa komunitas online ini memiliki anggota hingga ratusan ribu orang, menunjukkan betapa masifnya tren ini di kalangan pengguna media sosial. Padahal, gagal bayar pinjol akan terus membebani keuangan pribadi dan memperburuk akses ke layanan keuangan resmi.
Dampak dari galbay ini tidak hanya merugikan penyedia pinjaman, tetapi juga peminjam sendiri dalam jangka panjang. Ketika skor kredit di SLIK memburuk, tidak hanya pinjaman baru yang sulit didapat, tetapi juga akan mempengaruhi reputasi keuangan peminjam secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa pinjaman online bukanlah dana hibah dan memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk dikembalikan.
Meskipun pinjaman online memberikan kemudahan pencairan dana, penggunaannya harus bijak dan sesuai kemampuan. Peminjam disarankan untuk membaca syarat dan ketentuan sebelum mengambil pinjaman serta memastikan bahwa mereka mampu membayar kembali tepat waktu. Langkah ini penting agar tidak terjebak dalam pusaran utang berkepanjangan yang justru membuat kondisi finansial semakin memburuk.
OJK dan AFPI juga terus mengedukasi masyarakat melalui berbagai saluran informasi untuk meningkatkan literasi keuangan, khususnya terkait risiko pinjaman digital. Edukasi ini mencakup pemahaman tentang bunga, denda, risiko kredit macet, dan pentingnya menjaga catatan kredit yang baik. Dengan begitu, masyarakat diharapkan bisa menjadi peminjam yang cerdas dan bertanggung jawab dalam menggunakan layanan pinjaman digital.
Penting juga bagi masyarakat untuk hanya mengakses pinjaman dari penyedia yang terdaftar resmi di OJK. Pinjol ilegal yang tidak diawasi oleh otoritas berwenang biasanya mengenakan bunga dan denda yang tidak wajar serta menggunakan metode penagihan yang tidak etis. Oleh karena itu, memilih penyedia pinjaman legal adalah langkah pertama untuk melindungi diri dari risiko hukum dan keuangan yang tidak diinginkan.
Gagal bayar pinjaman online bukan hanya sekadar keterlambatan bayar. Lebih dari itu, ia merupakan cerminan dari manajemen keuangan pribadi yang perlu ditinjau ulang. Mengelola pinjaman dengan bijak, membayar cicilan tepat waktu, dan menghindari pinjol ilegal adalah langkah penting untuk menjaga kestabilan finansial jangka panjang. Peminjam cerdas akan selalu memahami risiko dan konsekuensi dari setiap transaksi keuangan yang dilakukan, termasuk dalam dunia pinjaman digital.
Jika kamu terlanjur memiliki pinjaman yang menunggak, segera hubungi penyedia pinjaman untuk mencari solusi restrukturisasi atau skema pembayaran yang lebih ringan. Banyak penyedia pinjol legal menyediakan opsi tersebut untuk membantu debitur menyelesaikan kewajiban tanpa menambah beban bunga yang semakin besar. Dengan inisiatif dan kesadaran diri, masalah gagal bayar masih bisa diatasi sebelum menjadi bencana finansial.
Ingat bahwa skor kredit di SLIK OJK adalah aset keuangan yang tak terlihat namun sangat berpengaruh dalam kehidupan finansial. Menjaga skor ini tetap sehat sama pentingnya dengan menjaga kesehatan dompet. Maka dari itu, berhati-hatilah dalam menggunakan layanan pinjaman online agar tidak terjerat utang yang sulit dilepaskan dan merusak masa depan finansial.